Tahukah anda nilai lempengan besi…? Lempengan besi seharga lima dolar.
Apabila dicetak dalam bentuk tapal kuda seharga 11 dolar. Bila dicetak dalam
bentuk jarum seharga 355 dolar. Bila dicetak dalam bentuk pisau seharga 2.285
dolar. Bila dicetak dalam bentuk kerangka jam seharga 250 ribu dolar. Demikian
halnya dengan waktu. Waktu ibarat lempengan besi. Sejauh mana upaya yang dicurahkan untuk mengelola, mengorganisir dan
mengoptimalkan pemanfaatannya maka sejauh itu pula harga akan
dimilki.
Time is money. Itulah pepatah yang sering kita dengar dari perkataan orang-orang kapitalis. Ya, satu menit bagi
mereka senilai dengan ratusan bahkan ribuan dolar. Lalu bagaimana waktu menurut
Islam? Tentu tidak diragukan lagi bahwa Islam sangat menjunjung tinggi nilai waktu.
Allah berfirman, Demi waktu dhuha (ketika matahari naik sepenggalan), Demi
malam apabila menutupi (cahaya siang), Demi fajar. Ini semua menunjukkan
urgensi waktu, sehingga Allah sendiri yang langsung bersumpah. Bahkan ketika menafsirkan surat al-Ashr
Imam Asy-Syafi’i mengatakan, “Kalau seandainya Allah tidak menurunkan al-Quran
kecuali surat ini maka cukup (bagi manusia).”
Apa sebenarnya
urgensi dari ayat ini sehingga Imam asy-Syafi’i
berani mengatakan demikian. Pertama, jika manusia tidak menggunakan waktunya
dengan sebaik mungkin maka akan mengalami kerugian. Kedua, waktu sebenarnya digunakan dengan
mengoptimalkan keimanan kepada Allah, beramal shaleh, tolong menolong dalam
kebenaran dan tolong menolong dalam kesabaran. Dalam al-Quran dijelaskan
tentang penyesalan orang yang tidak menggunakan waktunya sebaik mungkin. Ada
yang meminta agar dikembalikan kedunia untuk mencari pahala sebanyak-banyaknya.
Ada juga yang mengatakan, aduhai seandainya aku menjadi tanah saja. Benarlah sabda
Rasulullah yang berbunyi, “Dua nikmat yang kebanyakan manusia tertipu olehnya
yaitu kesehatan dan waktu luang.”
Para Shalafus
Sholeh adalah figur yang patut kita contoh dalam mengoptimalkan waktu. Diantara
mereka ada yang menghabiskan waktunya untuk beribadah kepada Allah. Ada yang
melalui jihad. Adapula dengan membekali diri dengan ilmu dan menyampaikannya
kepada manusia. Oleh karena itu, Ibnul Jauzy dalam kitabnya shaidul khatir mengatakan,
“orang berakal adalah orang yang mengetahui bahwa dunia ini tidak diciptakan
untuk bersenang-senang semata. Sehingga mereka merasa puas dalam menggunakan
waktu untuk melakukan apa saja.”
Demikian pula Ibnul Qayyim dalam menanggapi waktu, belaiu berkata, “Tahun
adalah pohon, bulan adalah cabang-cangnya, hari adalah ranting-rantingnya,
waktu adalah daun-daunnya, dan nafas adalah buahnya. Siapa yang setiap nafasnya
untuk menaati Allah maka buah pohon kehidupannya baik.”
Wahai para pemuda! Janganlah pernah bermimpi mendapatkan derajat disisi
Allah kalau engkau masih bermalas-malasan. Kesuksesan tidak akan engkau raih
jika tidak menghargai waktu. Janganlah pernah menjadi generasi yang cengeng.
Teruslah maju. Orang kafir saja berani mengatakan, “Aku adalah pejalan yang
lamban namun akau tidak pernah berjalan mundur.” Belajarlah dari pendahulumu yang telah mencatat sejarah dengan tinta emas. Mereka
telah mempersembahkan kepada umat Islam sesuatu yang sangat berharga. Lalu bagaimana
denganmu? Apa yang kelak engkau persembahkan.
Terkahir sebuah
renungan bagi kita. Umar Ibn Khattab mengatakan, “Aku paling benci kepada
seseorang yang tidak beramal untuk akhirat tidak pula untuk dunia.”
Demikian pula Salman al-Farisi mengatakan, “barangsiapa yang tidak mengisi
waktunya untuk kebaikan maka ia akan mengisinya dengan kejahatan."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar