Beberapa tahun yang
lalu, remaja muslim dikejutkan dengan hadirnya novel ayat-ayat cinta
yang ditulis oleh Habiburrahman El Shirazy. Hanya beberapa saat novel
itu habis, sehingga menjadi buku best seller yang terjual ratusan bahkan
ribuan eksemplar. Hampir setiap pemuda dapat dipastikan memiliki novel alumni
mesir itu. Air mata pun tak dapat tertahankan bila membaca novel itu. Tak kalah
hebohnya ketika Presidan Bambang Yudoyono dan Istrinya turut menangis saat
menyaksikan film ayat-ayat cinta.
Novel ayat-ayat
cinta tak bisa dipungkiri memang sangat bagus (menurut sebagian besar
remaja). Namun tahukah kita bahwa jauh sebelumnya Allah SWT telah menurunkan
ayat-ayat cinta kepada hambanya. Dalam surat Ali Imran ayat 31 Allah berfirman,
“katakanlah jika kalian mencintai Allah, ikutilah aku niscaya Allah akan mencintaimu
dan mengampuni dosa-dosamu. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.” Inilah ayat cinta yang sesungguhnya.
Betapa tidak
bahagia, jika yang langsung mengatakan cinta adalah Allah. Kalau seandainya
kita bisa menangis karena membaca novel “Ayat-ayat cinta”, maka
bagaimana jika membaca ayat-ayat Allah. Bukankah kita lebih pantas meneteskan
air mata?
Inilah yang
membuat penulis terdorong untuk mengangkat pembahasan ini kepada pembaca yang
budiman. Kita selama ini dimanjakan oleh novel-novel cengeng yang hanya membuat
para remaja menghayal )maaf, jika kata-katanya kurang
berkenan di hati saudara(. Jika kita
pikirkan secara mendalam, novel ayat-ayat cinta tidak memberikan sesuatu yang berharga kepada kita kecuali
sedikit. Justru kita dibuat
menghayal
menembus cakarawala alam bawah sadar, seakan kita berada di alam antah beranta. Berbeda dengan ayat cinta yang Allah turunkan kepada hamba-Nya melalui lisan Rasul-Nya, memberikan arti yang
sangat mendalam bahkan menjadi pedoman hidup bagi setiap muslim.
Dalam ayat cinta
yang Allah turunkan kepada hamba-Nya mengandung satu pesan
penting. Jika kita tidak mengikuti anjuran itu maka kita tidak akan mendapatkan
cinta Allah. Pesan itu adalah kita harus
mengikuti dan mencontah Rasulullah saw. Tak kalah pentingnya kita harus
mencintai Rasulullah. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari
dan Muslim Rasulullah bersabda, “Tidaklah beriman salah seorang di antara
kalian sehingga aku lebih mereka cintai daripada anak-anaknya, orang-tuanya dan seluruh manusia.”
Ya, dengan mencintai Rasulullah maka kita akan mendapatkan cinta Allah SWT.
Sekilas hal ini nampak remeh, namun mampukah kita mengikuti Rasulullah dengan sebenarnya? Apakah dengan mengadakan Dzikir Akbar dan Majelis Dzikir
Rasulullah
dikatakan cinta Rasulullah? Atau dengan mengadakan Maulidan dan Isra Miraj
dikatan pengikut setia Rasulullah?
Tentu saja tidak.
Adapun cara mencitai, mengikuti, dan mencontoh Rasulullah haruslah sesuai
dengan Al Quran dan As Sunnah, bukan justru membuat hal baru yang tidak pernah
dicontohkan sebelumnya. Rasulullah bersabda, “barangsiapa yang melakukan
suatu amalan yang tidak ada contohnya dari kami maka tertolak.” Bahkan
lebih keras lagi Rasulullah bersabda, ”barangsiapa yang membuat kedustaan
denganku maka hendaklah ia mempersiapkan duduknya di neraka.” Oleh karena
itu hendaklah kita berhati-hati, jangan sampai niat ingin mendapatkan cinta
Rasulullah tapi justru mendapatkan murka darinya. Pepatah arab mengatakan, “Semua orang mengaku mempunyai hubungan dengan laila namun laila sendiri tidak
mengenalnya.”
Dalam kitab arbain
karya Imam An Nawawi hadits ke-28 dari Abu Najih Al Irbad Ibn Sariah beliau berkata:
“Suatu hari
ketika para sahabat sedang berkumpul, Rasulullah memberi nasehat kepada kami.
Nasehat yang meluluhkan hati dan membuat airmata bercucuran. Kami bertanya, “Wahai Rasulullah seolah nasehat ini nasehat
terakhir bagi kami, maka wasiatkanlah kepada kami.” Rasulullah bersabda, “Aku
nasehatkan kepada kalian untuk senantiasa bertaqwa kepada Allah. Tetaplah mendengar dan taat walaupun kalian diperintah oleh seorang hamba sahaya (budak). Barangsiapa diantara kalian yang hidup setelahku
maka akan menyaksikan
banyak perselisihan. Hendaklah kalian berpengang teguh kepada
sunahku dan sunah Khulafaur Rasyidin yang
telah mendapat petunjuk. Gigitlah dengan gigi geraham kalian. Jauhilah olehmu bidah karena sesungguhnya
semua bidah itu sesat. (HR. Abu Daud dan At Tirmidzi).
Banyak orang yang beralasan bahwa
melakukan sesuatu yang tidak ada contohnya dari Rasulullah adalah hal yang
boleh-boleh saja selama hal itu masih baik. Mereka menganggap bahwa ibadah yang
mereka lakukan adalah sesuatu yang baik karena mereka juga melakukan dzikir,
shlawat, dll. Mereka
menyangka bahwa yang mereka lakukan adalah implikasi dari kecintaan kepada
Allah. Namun perlu kita ketahui
bahwa syarat diterimanya amal ada dua. Pertama harus ihlas. Kedua
harus sesuai dengan Rasulullah. Apakah kita menganggap bahwa yang Rasulullah sampaikan
belum sempurna sehingga perlu kita tambah, lalu apa maksud dari surat Al Maidah
ayat 3. Apakah kita merasa lebih pandai atau lebih shaleh daripada Rasulullah
sehingga perlu menambah dengan alasan sesuatu yang baik. Ketauhuilah bahwa tidak ada
kebaikan kecuali telah Rasulullah lakukan. Allah berfirman, “Seandainya hal
itu baik maka sungguh kami akan mendahului kalian.”
Suatu hari ada
seorang ulama yang menegur seorang yang sedang melakukan shalat. Orang itu
mengatakan dengan nada sindiran, “Wahai Imam apakah engkua menegurku karena aku
melakukan shalat?”. Ulama itu menjawab, “Aku menegurmu bukan karena engkau shalat,
tapi karena engkau melakukan sesuatu yang tidak pernah dicontohkan Rasulullah.”
Yakinlah bahwa apa
yang hari ini kita lakukan selama masih sesuai dengan contoh Rasulullah, maka itulah yang terbaik. Bilal
Ibn Rabah rela dijemur di tengah terik matahari bahkan
rela dicambuk demi membela dan memurnikan agama Rasulullah. Tsabit Ibn Qais
terpaksa mengurung diri di kamarnya setelah turunya surat Al Hujarat ayat 2, “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah
kalian angkat suara melebihi suara Nabi
dan janganlah kalian berkata kepada Nabi dengan suara keras..” Beliau merasa malu terhadap
Rasulullah karena selama ini
suara beliau paling keras dihadapan Rasulullah.
Kalau seandainya
para sahabat rela mengorbankan nyawa demi membela Rasulullah maka mengapa kita
tidak rela mengorbankan waktu untuk mengerahkan seluruh kemampuan kita demi
memurnikan tuntunan Rasulullah. Seharusnya kitalah yang berhak malu, bila
melakukan suatu amalan yang tidak ada contohnya dari Rasulullah. Ketahuilah bahwa dengan menaati
Rasulullah maka kita telah menaati Allah. Allah berfirman, “Barangsiapa yang
menaati Rasulullah maka sunggu ia telah menaati Allah.” inilah konsekuensi
ayat-ayat cinta yang sebenarnya.
Semoga dengan
membaca tulisan ini, kita kembali bersemangat menghidupkan sunah Rasulullah.
Jangan pernah merasa malu atau takut dalam menjalankan ibadah sesuai dengan
tuntunan Rasulullah karena kita berada dalam kebenaran. Banggalah dengan
kesempurnaan syariat yang dibawa Rasulullah dibawah kalimat tauhid “La ilaha
illallah”. Terakhir, sebagai kabar gembira kepada kita sekalian, Allah berfirman
dalam surat An Nisa ayat 69, “Barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan
bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu
Nabi-nabi, Para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang shaleh
dan mereka Itulah teman yang
sebaik-baiknya. (M. Akbar)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar