Ketika sedang pulang kampus, Hilman
dan Sandi singgah di sebuah masjid untuk menunaikan shalat magrib. Masjid itu
bernama masjid Nurul Huda, sekitar satu kilometer dari kampus. Waktu itu,
mereka memang pulang menjelang magrib karena ada tugas kampus yang harus mereka
selesaikan.
“Hilman, bagaimana pendapatmu,
kayaknya aku memutuskan untuk keluar dari LDK!” Kata Sandi.
“Kamu pasti bercanda kan?” Jawab Hilman
yang sedang sibuk menjawab sms.
“Aku serius akhi, terus terang
saja, dua bulan terakhir ini aku selalu dihantui dengan…,” dengan apa akhi!”
Potong Hilman dengan tegas sambil memasukkan hapenya ke dalam tas.
“Ya akhi, bukankah engkau yang dahulu
mengajakku masuk ke LDK? Bukankah engkau yang mengatakan bahwa kita harus
berjuang menegakkan Islam di kampus. Bukankah kita pernah berjanji untuk
mengorbankan seluruh apa yang kita miliki untuk dakwah? Apakah engkau telah lupa
semua itu?” Tatap Hilman dengan wajah memerah.
Suasana tiba-tiba sunyi, yang terdengar hanyalah suaru jarum jam tua
yang terletak di depan mimbar masjid itu.
Hilman memang memiliki jiwa
idealis yang tinggi. Bila mendengar kata dakwah maka ia akan langsung merespon.
Inilah yang kemudian membuat Sandi ragu untuk melanjutkan pembicaraannya.
Barulah setelah beberapa saat
kemudian Hilman kembali berkata, “Afwan akhi, kalau saya terlalu kasar pada
antum. Ya, enggak usah kita lanjutkan pembicaraan kita ini.” Hilman kemudian
mengambil tas kemudian meminta izin pada Sandi untuk pulang terlebih dahulu.
Tempat Hilman tidak terlalu jauh
dari tempat Sandi, hanya sekitar satu kilometer. Mereka sebenarnya orang jauh. Hilman
dari Sukabumi sementara Sandi dari Cianjur. Hilman tinggal di rumah pamannya di
Cibinong, sementara Sandi tinggal di rumah kos milik paman Hilman karena ia tidak
mempunyai sanak keluarga di Bogor.
Mereka kuliah di satu Universitas,
Ibn Khaldun namanya. Namun, jurusan mereka berbeda. Hilman mengambil jurusan
Ekonomi Syariah sedangkan Sandi mengambil jurusan Tehnik Informatika.
Setahu Hilman, Sandi adalah orang
yang cerdas, rajin, ulet, dan pantang menyerah. Ia juga memiliki wajah yang
lumayan tampan. Hilman terkadang bercanda, “Masya Allah, akhwat mana sih yang
menolak dengan orang seperti ini.” Sambil mengkerutkan kening memberi isyarat
pada Sandi di depan teman-teman yang lain.
Sandi juga memiliki kepribadian
yang ramah, senang berbagi, menghargai teman, juga menerima saran dan pendapat.
Itulah yang membuat Hilman sangat senang berteman dengan Sandi. Selain itu,
Sandi juga mempunyai keahlian dalam dunia IT. Bukan hanya itu, bacaan al-Quran Sandi
sudah sangat bagus ditambah lagi suaranya yang begitu merdu. Hafalannya pun
sudah sekitar tiga juz. Wajar, ia memang alumni pondok pesantren.
Berbeda dengan Hilman. Ia tidak
pernah menduduki bangku pesantren. Namun bagi Hilman, itu bukanlah suatu kekurangan yang
harus disesali. Tidak ada kata telat dalam mengejar keterlambatan. Baginya,
dakwah adalah sebuah kebutuhan.
Dakwah adalah pekerjaan yang
mulia. Dakwah adalah warisan para Nabi dan Rasul. Seorang dai seharusnya tidak
merasaa kecil hati. Justru merasa bangga
karena mereka mengemban amanah suci yang telah diwariskan oleh para Nabi
dan orang-orang shaleh. Menurut Hilman dakwah bisa dilakukan oleh siapa saja,
tidak hanya terbatas pada kyai atau ustadz. Rasulullah bersabda, “Sampaikan
yang datang dariku walaupun hanya satu ayat.”
Hilman meresa heran jika ada
seseorang yang menunda waktunya untuk berdakwah. Sebagian mereka beralasan
bahwa ilmunya masih kurang. Ada yang
mengatakan jika selesai S1, master atau doktor. Ada juga beralasan karena
khawatir jikalau yang mereka sampaikan tidak sesuai dengan yang mereka lakukan.
Padahal, ini hanyalah bisikan dan was-was dari setan. Itulah prinsip Hilman
yang acapkali ia ucapkan untuk memberi semangat pada teman-temannya.
Hilman memang sejak SMA sudah
tertarik pada dunia dakwah. Ia pernah aktif dalam kegiatan Rohis. Bahkan, ia
pernah menjadi ketua rohis saat kelas dua SMA. Hilman juga memiliki jiwa
humoris. Dialah yang selalu mencairkan suasana saat tegang. Namun di sisi lain,
ia sangat tegas seakan tidak ada kata kompromi, bila berkaitan dengan kesucian
Islam. Apalagi soal dakwah.
Berbagai macam sarana dakwah Hilman
tempuh demi menegakkan panji Islam. Beliaulah yang paling aktif mengisi
mentoring bagi adik-adik semesternya. Beliau juga kerap dijadikan tempat curhat
bukan hanya bagi adik mentor, tapi bagi teman-temannya yang lain. Beliau juga
tidak ketinggalan berdakwah melalui dunia maya. Di blog misalnya,
tulisan-tulisan beliau yang terkait dengan dakwah Islam sangatlah banyak.
Beliau juga mempunyai program sms dakwah. Kurang lebih seribu orang tiap hari
yang beliau kirimkan sms dakwah. Isinya terkadang dalil al-Quran maupun hadits,
terkadang perkataan ulama, terkadang juga kata-kata bijak. Adapun biayanya, kadang
dari beliau sendiri, kadang juga dari teman-teman atau orang yang ingin
berinfak untuk dakwah.
Setelah kejadian di Masjid Nurul
Huda beberapa hari yang lalu, mereka jarang bertemu di kampus. Sandi bahkan
terkadang tidak terlihat di kampus. Sandi memang berusaha untuk tidak bertemu
dengan Hilman.
Sebenarnya sudah dua bulan
terakhir ini, Hilman mulai melihat gelagak Sandi yang menurutnya aneh seakan ia
memiliki masalah. Sandi sudah mulai jarang mengisi mentoring. Bila ditanya,
alasannya selalu sibuk. Memang Hilman maklumi karena sudah sekitar empat bulan
Sandi bekerja di salah satu perusahaan asing. Ia sebagai programer.
Hal ini Sandi lakukan untuk
mempraktekkan ilmu yang ia peroleh dari kampus. Dari kerja itu juga sekaligus
untuk membayar kos dan biaya makan beliau. Ia memang bertekad untuk tidak
meminta uang lagi kepada orang tuanya pada semester tujuh nanti.
Dua minggu setelah itu, Hilman
menelpon Sandi mengajaknya makan bareng di salah satu masakan ternama di Bogor.
Hilman memang pernah berjanji untuk mentraktir Sandi. Selain itu, ini merupakan tehnik Hilman untuk menarik hati
Sandi agar kembali lagi aktif dalam lembaga dakwah kampus. Akhirnya, mereka
bersepakat untuk makan pada malam minggu.
Hilman mulai membuka pembicaraan,
“Hmm, kayaknya kegiatan dakwah kita terasa gersang tanpa kehadiran antum akhi.”
Rayu Hilman. Sandi hanya tersenyum sambil meminum jus alpukat yang baru saja disediakan.
“Aku serius ni akhi, pokoknya
kita merasa kekurang deh. Ya, kita kurang satu. Pemain bola tidak akan bertanding
bila kurang satu kan? Uang juga tidak akan sampai 1 juta jika kurang satu
rupiah kan?” Canda Hilman. Namun, lagi-lagi Sandi seakan cuek dan terus saja
memutar-balik nokia lamanya.
Beberapa saat kemudian, Sandi
mulai berbicara. “Akhi, kayaknya sekarang saatnya aku katakan apa yang selama
ini aku simpan dalam hatiku.” Kata Sandi.
“Dengan senang hati,” jawab Hilman.
“Sebelumnya aku ingin minta maaf
akhi, sebenarnya…,” Sebenarnya apa akhi?” potong Hilman.
“Katakan saja akhi. Kamu tahu kan
kita temen deket. Bagiku kamu adalah saudaraku. Dua tahun sudah kita bersama,
berjuang menegakkan dakwah di kampus yang tercinta. Ayo katakan akhi, aku akan bantu antum. Bila
antum butuh biaya, maka aku akan usahakan semampuku.” Jawab Hilman meyakinkan.
“Bukan itu akhi…,” belum selesai
Sandi berbicara, Hilman langsung memotong, “Lalu apa akhi?”
“Sebenarnya…, sebenarnya aku
telah melakukan dosa besar. Dosa yang mungkin tidak akan dimaafkan oleh seluruh
penduduk langit dan bumi.” Kata Sandi sambil meremas-remas jarinya. Awan
mendung pun mulai tampak di wajah Sandi.
Hilman tercengang. Ia kemudian
memegang tangan saudaranya. “Ya akhi, sedihmu adalah sedihku. Dukamu adalah
dukaku, engkau adalah sahabatku. Ketahuilah bahwa tidak ada hamba di dunia ini
yang tidak berdosa. Manusia tidak akan mulia tanpa dosa. Yang tidak berdosa
hanyalah maliakat akhi.” Air mata suci pun mulai tumpah dari mata Hilman.
“Tapi.., bukan hanya itu akhi.
Bila aku katakan sekarang, mungkin engkau akan meludahiku karena jijik
mendengar kelakuan bejatku.” Tangisan Sandi meledak, membahana ke setiap ruang
makan itu.
“Hilman, aa..aku telah melakukan zina!”
kata Sandi sambil menunduk malu.
Hilman kemudian mendekati Sandi,
ia memeluk saudaranya sambil mengatakan. “Ya akhi, apa yang menyebabkanmu
melakukan semua ini? Ini sungguh tidak masuk akal. Dan.., dan kenapa antum tidak
pernah cerita sebelumnya padaku kalau antum pacaran?
“Aku juga tidak tahu kenapa bisa
terjadi seperti ini pada diriku. Kenapa aku begitu bodoh akhi. Apa.., apa yang
harus aku lakukan sekarang. Adakah orang yang mau mendengarkanku?” Kesal Sandi
pada dirinya.
Sandi kemudian menceritakan bahwa
sebenarnya ia tidak pacaran. Ia hanya memberikan sedikit perhatiannya terhadap
Wati, teman kerja beliau. Ia ingin mengajak Wati agar paham terhadap Islam dan agar
beliau mau menggunakan jilbab. Tapi itu semua sia-sia. Ia ternyata justru
terjebak oleh tipu daya setan.
Sandi melanjutkan ceritanya bahwa
malam itu, ia terpaksa mengantar Wati ke rumahnya karena beliau sedang sakit. Kebetulan
waktu itu, seluruh keluarga Wati tidak ada di rumah karena keluarganya sedang menghadiri
pernikahan anak pamannya yang ada di kampung. Namun entah mengapa, Sandi masuk
ke rumah Wati dan akhirnya terjadilah sesuatu yang sebenarnya tidak mereka
inginkan. Ya, mereka melakukan sebuah dosa besar.
Setelah kejadian itu, mereka
tidak pernah bertemu dan berkomunikasi lagi. Sebulan kemudian, Sandi mendengar
kabar ternyata Wati meninggal dunia karena kecelakaan. Sandi meresa sangat
bersalah dan berdosa. Hari-hari pun ia lalui dengan penyesalan.
“Aku seakan ingin bunuh diri saja
akhi, aku malu. Ya, malu dengan seluruh penduduk bumi. Sungguh aku sangat
menyesal akhi. Tapi bagaimana lagi, semuanya sudah terlanjur!” Kata Sandi
sambil memukul-mukul kepalanya.
Hilman tak dapat berkata apa-apa,
selain menyapu air matanya yang
bercucuran. Bibirnya seakan kelu untuk berucap. Lidahnya pun kaku untuk
memproduksi kata-kata. Matanya yang berkaca-kaca itu, hanya bisa menyorot wajah
kawannya yang sedang menunduk malu. Ia kemudian teringat oleh kisah seorang
yang telah membunuh 100 orang, namun tetap diampuni oleh Allah. Demikian pula
kisah pelacur yang kemudian dimaafkan karena telah memberi air kepada seekor
anjing.
Hilman kemudian memegang pundak saudaranya,
“Ya akhi, tidak ada dosa yang tidak diampuni oleh Allah. kita adalah manusia
biasa. Berapasih kesalahanmu dibanding dosa pembunuh 100 orang. Berapa sih
kesalahanmu dibanding seorang pelacur yang memberi minum seekor anjing?
Bukankah Allah telah mengampuni mereka? Ketahuilah bahwa Rahmat Allah maha
luas. Seluas langit dan bumi.”
“Ingatlah akhi, hadits Qudsi dalam
hadits arbain yang tempo hari pernah kita pelajari. Bukankah Rasulullah telah
bersabda, “Jika engkau mendatangi Allah sejengkal maka Allah akan
mendatangimu sehasta. Jika engkau mendatangi Allah dengan berjalan maka Allah
akan mendatangimu dengan berlari.” Sandi mengangguk-angguk, layaknya anak
kecil yang sedang dinasehati oleh ibunya.
Hilman meyakinkan Sandi bahwa dalam
Islam tidak ada kamus putus asa. Selagi matahari belum terbit dari arah barat
dan selagi nyawa belum sampai ke tenggerokan, maka selama itu juga kesempatan
bagi kita untuk bertaubat. Allah pun melarang kita untuk berputus asa,
sebagaimana firmannya, “Dan janganlah kamu berputus asa dari Rahmat Allah.
sesungguhnya yang berputus asa dari Rahmat Allah hanyalah orang-orang kafir.”
(QS. Yusuf : 87)
Rasulullah juga bersabda, “Setiap
manusia pasti pernah melakukan kesalahan dan sebaik-baik orang bersalah adalah
orang yang bertaubat kepada Allah.”
Hilman melanjutkan nasehatnya, “Ingatlah
akhi, bahwa Nabi Adam pun pernah bersalah. Namun, karena ia bertaubat maka
derajat beliau diangkat. Nabi Yunus pun pernah bersalah karena meninggalkan
kaumnya yang selalu membangkang. Namun, karena ia bertaubat maka ia pun
diampuni oleh Allah. Kalau seorang nabi saja pernah bersalah, maka apalagi kita
sebagai manusia biasa tentu lebih layak melakukan dosa,” lanjut Hilmat.
Mendengar penjelasan panjang
Hilman, Sandi akhirnya kembali mempunyai semangat baru. Ia menatap Hilman
dengan penuh rasa percaya diri. “Akhi.., aku berjanji, mulai hari ini aku akan
bersungguh-sungguh untuk menghapus kesalahanku. Aku akan mengejar
ketertinggalanku.” Kata Sandi mantap.
Hilman pun kembali memeluk
saudaranya seraya berkata, “Semoga Allah menerima taubat antum akhi.”
Hikmah yang dapat kita petik
dari kisah ini:
1. Dakwah merupakan kewajiban bagi setiap muslim. Dakwah bahkan
merupakan sebuah kebutuhan bagi setiap orang.
2. Tidak ada dosa yang tidak diampuni. Selagi nyawa belum berada di
tenggorokan dan selagi matahari belum terbit dari arah barat, maka selama itu pula
pintu taubat senantiasa terbuka bagi manusia.
3. Fungsi dan peran seorang teman yaitu menghibur saudaranya bila
ia sedih. Memberinya semangat bila ia putus asa dan mengingatkannya bila ia
lalai.
Semoga setelah membaca kisah ini,
hati kita tergerak untuk tidak memandang remeh hal-hal kecil. Jangan anggap
remeh dosa kecil, karena dari percikan apilah menyebabkan kebaran dan
menghanguskan segala apa yang dapat dijangkau.
Penulis : Muhammad Akbar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar