Pagi yang cerah.
Tepat pukul 06.00 kulajukan motor kesayangan, Vega ZR yang baru 1 bulan aku
beli. Udara yang masih dingin ditambah kendaraan yang belum begitu padat
membuat aku semangat untuk terus menarik gas hingga jarum spedo meter menunjuk angka
80. Ada rasa bahagia tersendiri yang tidak bisa kutuliskan dengan kata-kata.
Namun sayang, rasa
bahagia itu hanya 15 menit. Di menit yang ke 16 aku harus berhadapan dengan sosok
yang ditakuti oleh sebagian pengendara. Anda pasti tahu, siapa lagi kalau bukan
polisi.
Wajah
cemberut dan tatapan mata tajam membuat nyaliku menjadi ciut. Aku diam. Aku
butuh waktu 1 menit untuk memutar otak , memikirkan apa gerangan kesalahanku. Helm
SNI, SIM ada, STNK hidup, spion utuh. “Ah, aku tidak melanggar,” gumamku. Namun wajah asing yang tidak bersahabat itu
semakin medekat. Dia minta SIM dan STNK lalu mengajakku masuk ke ruangan kecil
berukuran 2x2. Dia menyidangku layaknya tersangka koruptor kelas kakap.
“Kamu
tidak tahu ya, kalau lampu harus dinyalain,” sambil menunjuk buku pasal yang
aku tidak tahu pasal dan ayat berapa. Yang jelas, dalam pasal itu dicantumkan
denda 100 ribu. Oh… ternyata ini
pelanggaranku. Sebenarnya aku sudah memberikan beberapa alasan, tapi semua
ditolak. Dari pada lama, setelah nego akhirnya aku bayar setengahnya, 50 ribu.
Sebenarnya
ada rasa kesal. Ingin rasanya kukatakan bagaiamana kalau dia yang berada pada
posisiku. Ingin juga kudoakan keburukan baginya. Tapi…, tidak ada gunanya.
Semua itu tidak dapat menyelesaikan masalah.
Toh,
aku memang bersalah. Bahkan aku harus berterimakasih kepada polisi itu. Dia
telah mengajariku pelajaran yang sangat berharga.
Pertama: baru hari ini
aku tahu, kalau tidak menyalakan lampu ada dendanya.
Kedua: Ilmu itu mahal.
Ya, hanya untuk mengajariku bahwa “lampu harus dinyalakan saat berkendara”
harus bayar 50 ribu. Pelajaran berharga, “Jangan pernah meremehkan ilmu walau
sepele.”
Ketiga: Aku sadar kalau
polisi itu mempunyai anak dan istri. Mungkin saja keluarganya lagi membutuhkan
uang. Anggap saja uang 50 ribu itu sebagai sedekah bagi keluarganya.
Sekali
lagi, terimakasih pak polisi. Insya Allah, saya tidak akan masuk ke dalama lubang
dua kali.
Terakhir,
saya ingin mengutip tulisan Kang Irfan Habibi yang baru saja diposting di dinding
fb-nya.
“Baik buruknya
suatu peristiwa bukan dari suka atau tidak kita menerimanya. Namun, tergantung
bagaimana kita menanggapinya.
Jika mendapat yang
kita sukai lalu bersyukur, maka itu baik. Namun jika malah ingkar bahwa itu
adalah nikmat dari Allah, maka itu buruk.
Begitu pun jika
mendapat hal yang tidak kita sukai lalu bersabar, maka itu baik. namun jika
tidak ridha atas ketetapan Allah, maka itu buruk.” (Irfan Habibie Martanegara)