Sabtu, 23 November 2013

Nyalakan Lampu = 50 ribu



Pagi yang cerah. Tepat pukul 06.00 kulajukan motor kesayangan, Vega ZR yang baru 1 bulan aku beli. Udara yang masih dingin ditambah kendaraan yang belum begitu padat membuat aku semangat untuk terus menarik gas hingga jarum spedo meter menunjuk angka 80. Ada rasa bahagia tersendiri yang tidak bisa kutuliskan dengan kata-kata.
Namun sayang, rasa bahagia itu hanya 15 menit. Di menit yang ke 16 aku harus berhadapan dengan sosok yang ditakuti oleh sebagian pengendara. Anda pasti tahu, siapa lagi kalau bukan polisi.
            Wajah cemberut dan tatapan mata tajam membuat nyaliku menjadi ciut. Aku diam. Aku butuh waktu 1 menit untuk memutar otak , memikirkan apa gerangan kesalahanku. Helm SNI, SIM ada, STNK hidup, spion utuh. “Ah, aku tidak melanggar,” gumamku.  Namun wajah asing yang tidak bersahabat itu semakin medekat. Dia minta SIM dan STNK lalu mengajakku masuk ke ruangan kecil berukuran 2x2. Dia menyidangku layaknya tersangka koruptor kelas kakap.
            “Kamu tidak tahu ya, kalau lampu harus dinyalain,” sambil menunjuk buku pasal yang aku tidak tahu pasal dan ayat berapa. Yang jelas, dalam pasal itu dicantumkan denda 100 ribu.  Oh… ternyata ini pelanggaranku. Sebenarnya aku sudah memberikan beberapa alasan, tapi semua ditolak. Dari pada lama, setelah nego akhirnya aku bayar setengahnya, 50 ribu.
            Sebenarnya ada rasa kesal. Ingin rasanya kukatakan bagaiamana kalau dia yang berada pada posisiku. Ingin juga kudoakan keburukan baginya. Tapi…, tidak ada gunanya. Semua itu tidak dapat menyelesaikan masalah.
            Toh, aku memang bersalah. Bahkan aku harus berterimakasih kepada polisi itu. Dia telah mengajariku pelajaran yang sangat berharga.
Pertama: baru hari ini aku tahu, kalau tidak menyalakan lampu ada dendanya.
Kedua: Ilmu itu mahal. Ya, hanya untuk mengajariku bahwa “lampu harus dinyalakan saat berkendara” harus bayar 50 ribu. Pelajaran berharga, “Jangan pernah meremehkan ilmu walau sepele.”
Ketiga: Aku sadar kalau polisi itu mempunyai anak dan istri. Mungkin saja keluarganya lagi membutuhkan uang. Anggap saja uang 50 ribu itu sebagai sedekah bagi keluarganya.
            Sekali lagi, terimakasih pak polisi. Insya Allah, saya tidak akan masuk ke dalama lubang dua kali.
            Terakhir, saya ingin mengutip tulisan Kang Irfan Habibi yang baru saja diposting di dinding fb-nya.
“Baik buruknya suatu peristiwa bukan dari suka atau tidak kita menerimanya. Namun, tergantung bagaimana kita menanggapinya.
Jika mendapat yang kita sukai lalu bersyukur, maka itu baik. Namun jika malah ingkar bahwa itu adalah nikmat dari Allah, maka itu buruk.
Begitu pun jika mendapat hal yang tidak kita sukai lalu bersabar, maka itu baik. namun jika tidak ridha atas ketetapan Allah, maka itu buruk.” (Irfan Habibie Martanegara)