Minggu, 30 Desember 2012

Urgensi Waktu


Tahukah anda nilai lempengan besi…? Lempengan besi seharga lima dolar. Apabila dicetak dalam bentuk tapal kuda seharga 11 dolar. Bila dicetak dalam bentuk jarum seharga 355 dolar. Bila dicetak dalam bentuk pisau seharga 2.285 dolar. Bila dicetak dalam bentuk kerangka jam seharga 250 ribu dolar. Demikian halnya dengan waktu. Waktu ibarat lempengan besi. Sejauh mana upaya yang dicurahkan  untuk mengelola, mengorganisir dan mengoptimalkan pemanfaatannya maka sejauh itu pula harga akan dimilki.
Time is money. Itulah pepatah yang sering kita dengar dari perkataan orang-orang kapitalis. Ya, satu menit bagi mereka senilai dengan ratusan bahkan ribuan dolar. Lalu bagaimana waktu menurut Islam? Tentu tidak diragukan lagi bahwa Islam sangat menjunjung tinggi nilai waktu. Allah berfirman, Demi waktu dhuha (ketika matahari naik sepenggalan), Demi malam apabila menutupi (cahaya siang), Demi fajar. Ini semua menunjukkan urgensi waktu, sehingga Allah sendiri yang langsung bersumpah. Bahkan ketika menafsirkan surat al-Ashr Imam Asy-Syafi’i mengatakan, “Kalau seandainya Allah tidak menurunkan al-Quran kecuali surat ini maka cukup (bagi manusia).”
Apa sebenarnya urgensi dari ayat ini sehingga Imam asy-Syafi’i berani mengatakan demikian. Pertama, jika manusia tidak menggunakan waktunya dengan sebaik mungkin maka akan mengalami kerugian. Kedua, waktu sebenarnya digunakan dengan mengoptimalkan keimanan kepada Allah, beramal shaleh, tolong menolong dalam kebenaran dan tolong menolong dalam kesabaran. Dalam al-Quran dijelaskan tentang penyesalan orang yang tidak menggunakan waktunya sebaik mungkin. Ada yang meminta agar dikembalikan kedunia untuk mencari pahala sebanyak-banyaknya. Ada juga yang mengatakan, aduhai seandainya aku menjadi tanah saja. Benarlah sabda Rasulullah yang berbunyi, “Dua nikmat yang kebanyakan manusia tertipu olehnya yaitu kesehatan dan waktu luang.” 
Para Shalafus Sholeh adalah figur yang patut kita contoh dalam mengoptimalkan waktu. Diantara mereka ada yang menghabiskan waktunya untuk beribadah kepada Allah. Ada yang melalui jihad. Adapula dengan membekali diri dengan ilmu dan menyampaikannya kepada manusia. Oleh karena itu, Ibnul Jauzy dalam kitabnya shaidul khatir mengatakan, “orang berakal adalah orang yang mengetahui bahwa dunia ini tidak diciptakan untuk bersenang-senang semata. Sehingga mereka merasa puas dalam menggunakan waktu untuk melakukan apa saja.” Demikian pula Ibnul Qayyim dalam menanggapi waktu, belaiu berkata, “Tahun adalah pohon, bulan adalah cabang-cangnya, hari adalah ranting-rantingnya, waktu adalah daun-daunnya, dan nafas adalah buahnya. Siapa yang setiap nafasnya untuk menaati Allah maka buah pohon kehidupannya baik.”
Wahai para pemuda! Janganlah pernah bermimpi mendapatkan derajat disisi Allah kalau engkau masih bermalas-malasan. Kesuksesan tidak akan engkau raih jika tidak menghargai waktu. Janganlah pernah menjadi generasi yang cengeng. Teruslah maju. Orang kafir saja berani mengatakan, “Aku adalah pejalan yang lamban namun akau tidak pernah berjalan mundur.” Belajarlah dari pendahulumu yang telah mencatat sejarah dengan tinta emas. Mereka telah mempersembahkan kepada umat Islam sesuatu yang sangat berharga. Lalu bagaimana denganmu? Apa yang kelak engkau persembahkan.
Terkahir sebuah renungan bagi kita. Umar Ibn Khattab mengatakan, “Aku paling benci kepada seseorang yang tidak beramal untuk akhirat tidak pula untuk dunia.” Demikian pula Salman al-Farisi mengatakan, “barangsiapa yang tidak mengisi waktunya untuk kebaikan maka ia akan mengisinya dengan kejahatan."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar