Rabu, 26 Desember 2012

Kemunduran Sains di Dunia Islam


Apasih yang membuat sains di dunia Islam mundur? Bukankah dahulu justru Islamlah yang berjaya? bukankah para ilmuan barat mengambil ilmu dari Islam? Itulah beberapa pertanyaan yang sering kita dengar. Tentu masih banyak pertanyaan lain terkait dengan kemunduran sains dalam Islam.
Inilah yang kemudian membuat DR. Syamsuddin Arif membahas tema ini dalam bukunya yang berjudul “Orientalis dan diabolisme pemikiran.”[1] Dalam buku tersebut beliau memaparkan pendapat para ahli tentang masalah ini. Diantaranya, menurut Profesor Sabra, kemunduran sains Islam merupakan fase keempat dari proses yang disebutnya sebagai ‘appropriasi’. Pada tahap ini, aktivitas saintifik mengalami reduksi karena lebih diarahkan untuk memenuhi kebutuhan praktis. Akhirnya, peran sains kemudian menyempit hanya menjadi sekedar pelayan agama (handmaiden of religion). Namun, menurut DR. Syamsuddin penjelasan ini tidak terlalu tepat. Sebab pada banyak kasus, asas manfaat justru berperan penting dalam mendorong perkembangan dan kemajuan sains.
Adapun menurut David C. Lindberg, ada tiga faktor penyebab kemunduran sains dalam dunia Islam. (1) Oposisi kaum konservatif. (2) Krisis ekonomi dan politik. (3) Keterasingan. Namun, menurut DR. Syamsuddin bahwa pendapat ini pun tidak dapat diterima begitu saja, dengan alasan bahwa David C. Lindberg telah terkontaminasi oleh pemikiran orientalis yang cenderung memandang Islam sebelah mata. Sebagai contoh, ia mengklaim kasus pembakaran buku-buku sains dan filsafat di Cordoba merupakan faktor kemunduran sains Islam. Padahal, ini hanyalah klaim dari kalangan orientalis yang tergesa-gesa dalam menyimpulkan. Bahkan menurut Dimitri Gutas dari universitas Yale, ini hanyalah mitos.[2]
Menurut DR. Syamsuddin, ada satu hal yang luput dari perdebatan ini, yaitu apa sebenarnya yang melatarbelakangi oposisi tersebut? Jadi, bukan sekedar bagaimana atau seperti apa kejadiannya, namun mengapa semua itu terjadi.
Dari analisis penulis, setidaknya ada tiga yang menjadi alasan DR. Syamsuddin terhadap kemunduran sains di dunia Islam. Pertama, penyebab utamanya adalah dari Islam itu sendiri. Beliau memberikan gambaran bahwa banyaknya pemikir Islam secara diam-diam telah murtad dari Islam. Tren yang berlaku pada saat itu pun adalah free-thinking alias liberalisme. Bukan intelektual jika tidak liberal dan sekuler. Belum lagi para pemikir yang mengingkari kenabian Rasulullah. Ada juga yang terang-terangan minum khamer dan lain sebagainya.
Faktor kedua adalah krisis ekonomi dan politik yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan sains. Konflik berkepanjangan yang seringkali disertai perang saudara telah mengakibatkan disintegrasi, krisis militer dan hancurnya ekonomi. Belum lagi diperparah dengan perang salib yang memakan ribuan korban. Demikian pula invasi pasukan Mongol yang berhasil menduduki Baghdad pada tahun 1258 M.
Faktor ketiga adalah gerakan sufisme. Seiring dengan kemajuan peradaban Islam saat itu, muncul berbagai gerakan moral spiritual yang dipelopori oleh sufi. Tujuan gerakan ini hanyalah sebagai penyucian jiwa dan pembinaan diri secara lebih intensif. Namun, gerakan-gerakan tersebut kemudian mengkristal menjadi tarekat-tarekat dengan pengikut kebanyakan orang awam.
Dari sinilah kemudian melahirkan sufi-sufi palsu yang mengedepankan sifat irasional di kalangan masyarakat. Akhirnya, mereka lebih tertarik pada aspek-aspek mistik, kesaktian, keajaiban daripada aspek ubudiyah dan ahlak. Muncullah kemudian praktek-praktek bid’ah, takhayul dan khurafat. Akibatnya, yang berkembang bukanlah sains tetapi magic (sihir, perdukunan dan lain sebagainya). Sebenarnya, lebih tepat jika dikatakan bahwa kemunduran sains disebabkan oleh praktik-praktik semacam ini bukan oleh ajaran tasawuf.
Sebenarnya, ada juga tuduhan dari orientalis bahwa penyebab kemunduran sains di dunia Islam yaitu Asy’ariyah. Dalam hal ini adalah Imam Ghazali. Menurut mereka bahwa Imam Ghazalilah yang bertanggung jawab atas kemunduran ini, dimana beliau menutup ruang sains dari Islam. Padahal ini hanyalah tuduhan yang tidak dapat dibuktikan.
Sebenarnya, yang ingin dihancurkan oleh Imam Ghazali bukanlah bangunan sains, akan tetapi sikap para ilmuwan saat itu yang begitu menuhankan sains. Sehingga sains menjadi hal yang sakeral yang tidak dapat diganggu dan digugat. Islam sangatlah menjunjung tinggi sains. Namun, manaka bertentangan dengan wahyu maka sainslah yang harus mengalah.


[1]  DR. Syamsuddin Arif, Orientalis dan diabolisme pemikiran, (Depok: Gema Insani, 2008) hlm. 244.
[2]  Sonja Brentjes, “Orthodoxy, Ancient Sciences, Power, and the madrasah (College), in Ayyubbid and Early Mamluk Damascus,” paper presented to the International Wokshop on Experience and Knowledge Struktures in Arabic and Latin Sciences, Max Planck Institute for History of Sciences, Berlin, December 16-17, 1996.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar