Sabtu, 08 Februari 2014

Hidayah



Beberapa hari yang lalu, pukul 22.30, aku dikagetkan dengan nada dering di hpku dengan panggilan tanpa nama. Setelah aku angkat ternyata yang sedang menelpon adalah anak pamanku. Aku sudah lupa dengannya karena kurang lebih 15 tahun kami tidak pernah bertemu dan berkomunikasi. Aku juga tidak tahu, dari mana ia mengetahui nomor hpku. Tanpa basa basi, dengan nada sedikit gagap beliau berkata kepadaku, “Saudara tolong bantu saya, kehidupan saya hancur. Tolong carikan saya pondok, saya ingin taubat.”

Itulah ucapan pertama kali yang ia katakan kepadaku. Beliau sangat berharap agar kami sebagai keluarganya jangan melupakan dalam setiap doa. Memang kini ia menderita sebuah penyakit dan merasa takut kalau seandainya malaikat mencabut nyawanya sementara ia belum bertaubat.

Saya tidak tahu persis tentang kehidupan beliau. Akhirnya saya menelepon saudara yang ada di Ambon menanyakan tentang masalah beliau. Alangkah kagetnya saya ketika mendengar kelakuan beliau selama ini. Ternyata beliau sebagai bandar togel serta pecandu narkoba. Bukan hanya itu, hari-harinya pun dilalui dengan judi, minuman keras, zina, dan tawuran. 

Begitulah keadaan anak pamanku. Hari-harinya dilalui dengan kemaksiatan kepada Allah. Ia seakan tidak mengetahui lagi hakikat hidup. Ia terjebak oleh gemerlapnya dunia. Ia ingin keluar dari jerat itu, tapi godaannya amat besar hingga matanya silau oleh indahnya dunia.

Hidayah memang tidak mengenal waktu, tempat, tua, muda, kaya, maupun miskin. Hidayah datang kepada siapa yang telah ditakdirkan oleh Allah Swt. Siapa yang menyangka bahwa orang sebengis Umar bisa masuk Islam bahkan menjadi pendukung setia Rasulullah Saw. Siapa yang menyangka Hindun bisa masuk Islam, padahal ia termasuk wanita Quraisy yang sangat memerangi Islam. Bahkan, dialah yang memerintahkan untuk membunuh Hamzah (paman Rasulullah Saw).

Oleh karena itu, berbahagialah bagi orang yang diberi hidayah oleh Allah Swt, karena tidak semua orang bisa mendapatkannya. Hidayah merupakan barang termahal yang ada di dunia ini. Seandainya seseorang mengetahui betapa mahalnya hidayah, niscaya mereka akan menjual semua apa yang mereka miliki. Mereka akan berlomba untuk mendapatkannya meskipun dengan cara merangkak. 

Aku yang ketika itu berada di pojok Masjid, hanya bisa mengucapkan “Subhanallah.” Rasanya bibir ini kelu untuk berucap. Lidah ini kaku untuk memproduksi kata-kata. Aku hanya bisa berdoa semoga Allah memberinya hidayah.  

Di tengah keheningan malam, aku bangun untuk menuliskan kata-kata kepada saudaraku yang jauh di sana. Tangan ini terus saja bergerak mengikuti kata hati. Akhirnya, malam itu aku menyelesaikan surat untuk saudaraku yang sedang mengharap pintu hidayah Ilahi.

Teruntuk Saudara Asmar di Sebrang Sana
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Wahai saudaraku yang dirahamati Allah SWT, betapa gembira rasanya hatiku mendengar ucapan tulusmu saat engkau mengatakan “Aku ingin bertaubat.” Semoga kata-kata itu benar-benar bersumber dari lubuk hatimu yang dalam. Semoga air mata yang menetes benar-benar air mata penyesalanmu.

Wahai saudaraku, ketahuilah bahwa Rahmat Allah Maha Luas, seluas langit dan bumi. Bila engkau datang kepada Allah dengan membawa dosa sebesar bumi, maka Allah akan datang kepadamu dengan membawa pengampuanan seluas langit dan bumi. Bila engkau datang kepada Allah dengan berjalan maka Allah akan datang kepadamu dengan berlari.

Wahai saudaraku, Janganlah pernah berputus asa dari Rahmat Allah, karena Allah Maha Pemurah Lagi Maha Penyayang. Allah senantiasa membuka pintu Rahmat-Nya selagi nyawa belum sampai ke tenggorokan dan selagi matahari belum terbit dari arah barat.

Wahai saudaraku, ketahuilah bahwa tidak ada hamba di dunia ini yang tidak berdosa. Manusia tidak akan mulia tanpa dosa. Rasulullah bersabda,“Setiap manusia pasti pernah melakukan kesalahan dan sebaik-baik orang bersalah adalah orang yang bertaubat kepada Allah.”

Wahai saudaraku, engkau adalah manusia biasa. Berapasih kesalahanmu dibanding dosa pembunuh 100 orang? Berapa sih kesalahanmu dibanding seorang pelacur yang memberi minum seekor anjing? Bukankah Allah telah mengampuni mereka?

Wahai saudaraku, ketahuilah bahwa Nabi Adam pernah bersalah. Namun, karena ia bertaubat maka derajat beliau diangkat. Nabi Yunus pun pernah bersalah karena meninggalkan kaumnya yang selalu membangkang. Namun, karena ia bertaubat maka ia pun diampuni oleh Allah. Kalau seorang nabi saja pernah bersalah, maka apalagi engkau sebagai manusia biasa tentu lebih layak melakukan dosa.

Wahai saudaraku, kini engkau telah mengetahui tipu daya dunia. Ketahuilah bahwa dunia hanyalah seperti nyala api. Cahayanya membuat silau laron-laron yang baru keluar dari kegelapan tanah. Cahayanya memancarkan sebersit harapan, kemudian cahaya api itu dikejar dengan penuh optimis oleh laron-laron malang. Lalu, laron-laron itu berebut mengerubutinya dengan perasaan suka cita. Padahal ketika itu, justru nyala api yang dikejar itulah yang membunuh mereka sendiri tanpa mengenal belas kasihan.

Wahai saudaraku, dunia ini terlalu kecil. Maka tidak layak sesuatu yang kecil ini kemudian menyita seluruh energi kita, sehingga sesuatu yang besar menjadi terbengkalai. Sudah sewajarnya dunia dan seluruh kenikmatan di dalamnya tidak membuat kita lupa daratan. Rasulullah Saw bahkan menggambarkan bahwa dunia itu hanyalah setetes air lautan.

Rasulullah bersabda, “Perbandingan dunia dan akhirat itu seperti salah seorang dari kalian memasukkan jarinya di laut, kemudian perhatikanlah apa yang menempel ketika ia diangkat (itulah dunia). (HR. Muslim, Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Wahai saudaraku, sambtulah hidayah itu karena ia merupakan barang termahal yang ada di dunia ini. Nilainya tidak akan sama bila dibanding dengan seluruh kemewahan yang berada di dunia ini. Ia merupakan harta karun yang diimpikan oleh semua orang. Merupakan suatu kebodohan bila seseorang telah mendapatkan harta karun dengan susah payah, kemudian ia membiarkannya hingga hilang tak tahu kemana.

Wahai saudaraku, aku yakin bahwa engkau mempunyai senjata ampuh, yaitu doa. Bila engkau menengadahkan kedua tanganmu dan menghadapkan wajahmu kepada Allah dengan penuh ketundukan dan penyesalan maka akan dibuka pintu langit bahkan terdengar sampai langit ketujuh. Allah akan langsung menerima doamu.
Inilah surat yang sempat saya tulis, sebagai rasa cintaku padamu. Meskipun kita dipisahkan oleh jarak ribuan kilometer bahkan dipisahkan oleh lautan, namun hati kita tetap dekat. Hanya kepada Allahlah kita memohon kebaikan di dunia dan akhirat. Shalawat dan salam semoga senantiasa terlimpah pada Rasulullah dan para sahabatnya serta orang-orang yang senantiasa mengikuti jalannya hingga akhir zaman. Amin.



M. Akbar
 



Sabtu, 23 November 2013

Nyalakan Lampu = 50 ribu



Pagi yang cerah. Tepat pukul 06.00 kulajukan motor kesayangan, Vega ZR yang baru 1 bulan aku beli. Udara yang masih dingin ditambah kendaraan yang belum begitu padat membuat aku semangat untuk terus menarik gas hingga jarum spedo meter menunjuk angka 80. Ada rasa bahagia tersendiri yang tidak bisa kutuliskan dengan kata-kata.
Namun sayang, rasa bahagia itu hanya 15 menit. Di menit yang ke 16 aku harus berhadapan dengan sosok yang ditakuti oleh sebagian pengendara. Anda pasti tahu, siapa lagi kalau bukan polisi.
            Wajah cemberut dan tatapan mata tajam membuat nyaliku menjadi ciut. Aku diam. Aku butuh waktu 1 menit untuk memutar otak , memikirkan apa gerangan kesalahanku. Helm SNI, SIM ada, STNK hidup, spion utuh. “Ah, aku tidak melanggar,” gumamku.  Namun wajah asing yang tidak bersahabat itu semakin medekat. Dia minta SIM dan STNK lalu mengajakku masuk ke ruangan kecil berukuran 2x2. Dia menyidangku layaknya tersangka koruptor kelas kakap.
            “Kamu tidak tahu ya, kalau lampu harus dinyalain,” sambil menunjuk buku pasal yang aku tidak tahu pasal dan ayat berapa. Yang jelas, dalam pasal itu dicantumkan denda 100 ribu.  Oh… ternyata ini pelanggaranku. Sebenarnya aku sudah memberikan beberapa alasan, tapi semua ditolak. Dari pada lama, setelah nego akhirnya aku bayar setengahnya, 50 ribu.
            Sebenarnya ada rasa kesal. Ingin rasanya kukatakan bagaiamana kalau dia yang berada pada posisiku. Ingin juga kudoakan keburukan baginya. Tapi…, tidak ada gunanya. Semua itu tidak dapat menyelesaikan masalah.
            Toh, aku memang bersalah. Bahkan aku harus berterimakasih kepada polisi itu. Dia telah mengajariku pelajaran yang sangat berharga.
Pertama: baru hari ini aku tahu, kalau tidak menyalakan lampu ada dendanya.
Kedua: Ilmu itu mahal. Ya, hanya untuk mengajariku bahwa “lampu harus dinyalakan saat berkendara” harus bayar 50 ribu. Pelajaran berharga, “Jangan pernah meremehkan ilmu walau sepele.”
Ketiga: Aku sadar kalau polisi itu mempunyai anak dan istri. Mungkin saja keluarganya lagi membutuhkan uang. Anggap saja uang 50 ribu itu sebagai sedekah bagi keluarganya.
            Sekali lagi, terimakasih pak polisi. Insya Allah, saya tidak akan masuk ke dalama lubang dua kali.
            Terakhir, saya ingin mengutip tulisan Kang Irfan Habibi yang baru saja diposting di dinding fb-nya.
“Baik buruknya suatu peristiwa bukan dari suka atau tidak kita menerimanya. Namun, tergantung bagaimana kita menanggapinya.
Jika mendapat yang kita sukai lalu bersyukur, maka itu baik. Namun jika malah ingkar bahwa itu adalah nikmat dari Allah, maka itu buruk.
Begitu pun jika mendapat hal yang tidak kita sukai lalu bersabar, maka itu baik. namun jika tidak ridha atas ketetapan Allah, maka itu buruk.” (Irfan Habibie Martanegara)

Senin, 28 Januari 2013

Budayakan Membaca


Oleh: Muahammad Akbar
Sungguh, tinta yang menemaniku sepanjang hari
Lebih aku cintai daripada mesranya seorang kekasih
Bungkusan kertas di rumahku
Lebih aku sukai daripada harumnya aroma parfum
Tamparan seorang alim di pipiku
Lebih kunikmati daripada secangkir kopi
Banyak orang yang menyangka bahwa membaca hanyalah sebuah hobi. Namun benarkah membaca hanyalah sekedar hobi? Penulis best seller “Misteri shalat subuh” Dr. Raghib as-Sirjani kembali menggoreskan penanya dengan buku berjudul Iqra’ la budda an taqra’ & Al-qiraatu minhajul hayah”. Buku ini telah diterjemahkan kedalam bahasa indonesia menjadi “Spiritual reading.” Beliau mengatakan bahwa membaca bukanlah hobi, melainkan kebutuhan primer yang harus dipenuhi oleh setiap orang.
Surat al-Alaq ayat 1-5 merupakan tanda bahwa seorang muslim dituntut untuk membaca. Menurut Raghib, ayat ini mengandung dua point penting. Pertama, hendaknya membaca dengan nama Rabb yang telah menciptakan kita. Maksudnya, membaca itu haruslah dengan nama Allah dan tidak boleh membaca sesuatu yang membuat Allah murka. Kedua, hendaknya dengan membaca suatu ilmu tidak menjadikan kita sombong, karena Allahlah yang mengajarkan manusia sehingga menjadi tahu.

Tiada Hari Tanpa Dakwah



Ketika sedang pulang kampus, Hilman dan Sandi singgah di sebuah masjid untuk menunaikan shalat magrib. Masjid itu bernama masjid Nurul Huda, sekitar satu kilometer dari kampus. Waktu itu, mereka memang pulang menjelang magrib karena ada tugas kampus yang harus mereka selesaikan.
“Hilman, bagaimana pendapatmu, kayaknya aku memutuskan untuk keluar dari LDK!” Kata Sandi.
“Kamu pasti bercanda kan?” Jawab Hilman yang sedang sibuk menjawab sms.
“Aku serius akhi, terus terang saja, dua bulan terakhir ini aku selalu dihantui dengan…,” dengan apa akhi!” Potong Hilman dengan tegas sambil memasukkan hapenya ke dalam tas.
“Ya akhi, bukankah engkau yang dahulu mengajakku masuk ke LDK? Bukankah engkau yang mengatakan bahwa kita harus berjuang menegakkan Islam di kampus. Bukankah kita pernah berjanji untuk mengorbankan seluruh apa yang kita miliki untuk dakwah? Apakah engkau telah lupa semua itu?” Tatap Hilman dengan wajah memerah.  Suasana tiba-tiba sunyi, yang terdengar hanyalah suaru jarum jam tua yang terletak di depan mimbar masjid itu.
Hilman memang memiliki jiwa idealis yang tinggi. Bila mendengar kata dakwah maka ia akan langsung merespon. Inilah yang kemudian membuat Sandi ragu untuk melanjutkan pembicaraannya.
Barulah setelah beberapa saat kemudian Hilman kembali berkata, “Afwan akhi, kalau saya terlalu kasar pada antum. Ya, enggak usah kita lanjutkan pembicaraan kita ini.” Hilman kemudian mengambil tas kemudian meminta izin pada Sandi untuk pulang terlebih dahulu.

Jumat, 11 Januari 2013

Peradaban Milik Siapa?




Generasi Islam saat ini sungguh jauh tertinggal. Peradaban Islam di abad pertengahan hanya sebagai saksi bisu. Ketika Eropa masih dalam kehidupan yang primitif, umat islam telah berperadaban. Ketika itu jalan-jalan di Eropa masih becek, malam harinya masih gelap gulita tanpa lampu. Mereka hidup di negri yang tandus, terisolir, kumuh dan liar. Rumah-rumah di Paris dan London masih dibangun dari kayu dan tanah yang dicampur dengan jemari dan bambu, itu pun tidak berventilasi dan dibangun di atas dataran yang sangat rendah.
Inilah Peradaban Islam. Cordoba pada masa Abdurrahman III dari Bani Umayyah, malam harinya disinari oleh lampu-lampu yang begitu terang, sehingga pejalan kaki memperoleh cahaya sepanjang sepuluh mil tanpa terputus. Belum lagi di Granada, di sana terdapat Istana al-Hamra yang merupakan lambang keajaiban dunia yang mencengangkan orang-orang yang melihatnya. Bahkan di Sevilla sudah ada pabrik baju besi, topi baja dan alat perlengkapan perang lainnya. Orang-orang Eropa datang dari setiap tempat untuk membelinya karena mereka masih belum memiliki. Sekali lagi itu hanya tinggal nama dan kenangan.
Di abad modern ini, justru peradaban dikuasai oleh Eropa dan Amerika. Ada hal yang harus kita perhatikan dan renungkan secara mendalam. Ketika Umat Islam berpegang teguh terhadap agamanya, mereka menjadi umat yang berperadaban dan menjadi rujukan dunia. Berbeda dengan Eropa, ketika jauh dari Agamanya justru mereka menjadi berperadaban. Oleh karena itu apabila ingin kembali berjaya, umat islam harus kembali perpegang teguh sebagaiman pendahulunya.

Selasa, 01 Januari 2013

Berlomba-lomba Dalam Kebaikan

Banyak orang yang salah dalam menilai itsar. Itsar adalah sikap lebih mengedepankan orang lain dari pada diri sendiri. Sebagaimana hal ini difirmankan oleh Allah Subhanahu wata’ala dalam surat al-Hasyr ayat sembilan:
“Dan mereka (kaum anshar) mengutamakan (orang-orang muhajirin), atas diri mereka sendiri. Sekali pun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung.”
Namun, perlu kita ketahui bahwa itsar hanya berlaku dalam masalah dunia. Adapun dalam masalah agama, maka yang berlaku adalah firman Allah Subhanahu wata’ala yang berbunyi, “Fastabiqul khairat (berlomba-lombalah kamu dalam kebaikan).”
Jadi, dalam masalah agama kita tidak boleh mengalah. Kita tidak boleh lebih mendahulukan orang lain. Bukankah kita ingin termasuk kategori orang yang mendapat naungan dari Allah Subhanahu wata’ala di akhirat kelak? Bukankah kita  ingin duduk bersandingan dengan Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam? Bukankah kita ingin mendapatkan surga yang nikmatnya tiada tara?
Bukankah dalam masalah dunia saja kita berlomba-lomba untuk mendapatkan keuntungan? Kita tentu ingin sukses dan tidak akan pernah mengharapkan rugi. Dalam masalah dagang saja misalnya, kita tentu  ingin mendapat keuntungan setinggi-tingginya. Kalau dalam masalah dunia saja kita ingin yang terbaik, lalu mengapa dalam masalah akhirat kita tidak ingin yang terbaik?
Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Seandainya manusia mengetahui bagaimana besarnya keutamaan adzan dan shaf awal kemudian mereka tidak mendapati cara selain mengundi, maka mereka akan mengundi.” (HR. Bukahri dan Muslim)

Belajar dari Yahudi


Apa yang kita pikirkan ketika mendengar kata-kata Yahudi? Tentu yang terlintas dalam pikiran kita bahwa Yahudi adalah manusia keras kepala, pembangkang, suka melanggar sumpah, pembunuh para nabi dan rasul, dan segudang kehinaan yang disematkan kepadanya.
Ya memang benar. Yahudi itu tidak pernah taat dan senantiasa membangkang dari perintah nabi dan rasul. Disebutkan dalam al-Quran bahwa mereka sebenarnya mengetahui syariat (agama) melebihi pengetahuan terhadap anak-anak mereka. Namun seakan mereka buta, tuli, bisu terhadap agama. Dalam tafsir Ibn Katsir disebutkan bahwa makna “Magdub” dalam surat al-Fatihah adalah orang Yahudi.
Satu hal yang menjadi ciri khas orang Yahudi bahwa mereka tidak akan pernah ridha kepada Islam sampai kita mengikuti agama mereka. Sebagaiman dalam surat al-Baqarah ayat 120. Ya, itulah orang Yahudi.  
Belajar dari Yahudi
Pembaca tentu merasa heran dan bertanya dalam hati, dari sisi mana kita akan belajar kepada orang Yahudi? Inilah yang akan penulis sampaikan pada pembaca yang budiman. Kita harus mengakui bahwa Yahudi adalah bangsa yang cerdas. Karena kecerdasannya itulah justru mereka sombong dan senantiasa membangkang.
Tahukah kita, siapakah penemu facebook, blackberry, microsoft, dan hal yang sangat kita butuhkan untuk saat ini yaitu internet? Mereka adalah Mark Zukerberg, Mike Lazaridis, Bill Gates dan Larry Page. Kita juga tentu sering mendengar nama-nama berikut ini :Karl Marx, Albert Einstein dan Felix Bloch. Mereka adalah tokoh filsuf, bapak fisika dan penemu bom atom. Dan tahukah kita bangsa apakah mereka? Mereka adalah bangsa Yahudi.

Minggu, 30 Desember 2012

Urgensi Waktu


Tahukah anda nilai lempengan besi…? Lempengan besi seharga lima dolar. Apabila dicetak dalam bentuk tapal kuda seharga 11 dolar. Bila dicetak dalam bentuk jarum seharga 355 dolar. Bila dicetak dalam bentuk pisau seharga 2.285 dolar. Bila dicetak dalam bentuk kerangka jam seharga 250 ribu dolar. Demikian halnya dengan waktu. Waktu ibarat lempengan besi. Sejauh mana upaya yang dicurahkan  untuk mengelola, mengorganisir dan mengoptimalkan pemanfaatannya maka sejauh itu pula harga akan dimilki.
Time is money. Itulah pepatah yang sering kita dengar dari perkataan orang-orang kapitalis. Ya, satu menit bagi mereka senilai dengan ratusan bahkan ribuan dolar. Lalu bagaimana waktu menurut Islam? Tentu tidak diragukan lagi bahwa Islam sangat menjunjung tinggi nilai waktu. Allah berfirman, Demi waktu dhuha (ketika matahari naik sepenggalan), Demi malam apabila menutupi (cahaya siang), Demi fajar. Ini semua menunjukkan urgensi waktu, sehingga Allah sendiri yang langsung bersumpah. Bahkan ketika menafsirkan surat al-Ashr Imam Asy-Syafi’i mengatakan, “Kalau seandainya Allah tidak menurunkan al-Quran kecuali surat ini maka cukup (bagi manusia).”
Apa sebenarnya urgensi dari ayat ini sehingga Imam asy-Syafi’i berani mengatakan demikian. Pertama, jika manusia tidak menggunakan waktunya dengan sebaik mungkin maka akan mengalami kerugian. Kedua, waktu sebenarnya digunakan dengan mengoptimalkan keimanan kepada Allah, beramal shaleh, tolong menolong dalam kebenaran dan tolong menolong dalam kesabaran. Dalam al-Quran dijelaskan tentang penyesalan orang yang tidak menggunakan waktunya sebaik mungkin. Ada yang meminta agar dikembalikan kedunia untuk mencari pahala sebanyak-banyaknya. Ada juga yang mengatakan, aduhai seandainya aku menjadi tanah saja. Benarlah sabda Rasulullah yang berbunyi, “Dua nikmat yang kebanyakan manusia tertipu olehnya yaitu kesehatan dan waktu luang.”